Penyembuhan Luka
Kulit seseorang dianggap sempurna bila kulit tersebut mulus tanpa parut luka yang menonjol. Parut tidak hanya mengganggu penampilan estetik kulit tetapi juga berpotensi mengganggu gerakan fungsional. Pembentukan parut luka, entah parut halus yang tidak menarik perhatian atau parut abnormal, tergantung pada proses penyembuhan luka.
Penyembuhan luka adalah salah satu proses fisiologis manusia yang paling kompleks. Sebuah luka didefinisikan sebagai permukaan tubuh yang terekspos akibat hilangnya kulit. Saat gangguan terjadi pada kulit ari (lapisan luar), sel-sel yang berdekatan akan bermigrasi dan bertambah banyak, dan luka akan sembuh secara alami tanpa memerlukan perawatan khusus. Kondisi ini menghasilkan parut yang relatif tidak tampak. Semakin dekat luka tersebut ke permukaan kulit, semakin samar parut yang ditimbulkan.
Di sisi lain, sebuah luka yang terjadi lebih dalam hingga kulit jangat (lapisan dalam) membutuhkan lebih banyak usaha dan waktu untuk sembuh tergantung kedalaman dan luas luka. Epitelisasi berasal dari folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.
Penyembuhan luka terjadi dalam 3 fase, di mana kesemuanya terjadi secara tumpang tindih satu sama lain:
Fase inflamasi (peradangan), yang bertujuan untuk menghentikan perdarahan, membuang jaringan mati, dan mencegah infeksi. Fase ini dimulai segera setelah awitan luka dan berlangsung hingga 4-6 hari.
Fase proliferasi, di mana pembentukan pembuluh darah dan jaringan kulit baru dimulai. Fase ini terjadi pada minggu kedua hingga ketiga. Kebanyakan orang menganggap bahwa sebuah luka dikatakan “sembuh” bila kulit yang terekspos telah ditutup oleh kulit ari baru. Hal ini tidaklah benar. Apa yang kita lihat menutupi luka yang tadinya “telanjang” sebenarnya adalah luka imatur (belum matang). Biasanya luka imatur disertai beberapa gejala seperti merah, gatal, nyeri, dan kekakuan kulit.
Sebuah luka dianggap sembuh setelah melalui fase maturasi, yang merupakan fase terakhir dan terlama. Fase ini dapat berlangsung hingga 6 bulan-2 tahun sejak awitan luka. Luka yang matur ditandai dengan warnanya yang pucat, tidak nyeri ataupun gatal, lembut, dan lentur. Pada fase final ini terjadi penyeimbangan antara penumpukan dan penguraian kolagen. Defisiensi penimbunan atau pembentukan kolagen akan menghasilkan parut luka yang kurang kuat atau parut yang atrofi, sementara gangguan penguraian kolagen akan menimbulkan parut abnormal atau patologis dalam bentuk parut hipertrofik atau keloid.
Proses penyembuhan luka bergantung pada beberapa faktor lokal dan sistemik. Risiko terbentuknya parut abnormal dapat diminimalisasi dengan menciptakan kondisi lokal yang ideal untuk penyembuhan luka. Hal pertama adalah bahwa semua jaringan yang terlibat harus hidup. Jaringan mati harus dibuang secara ekstensif dan menyeluruh selama debridement (proses membersihkan jaringan mati/rusak/terinfeksi). Benda asing menghalangi kemampuan kontraksi luka, pertumbuhan pembuluh darah baru, dan epitelisasi. Karena itu benda asing harus disingkirkan selama pembersihan luka. Kontaminasi/infeksi juga menghalangi penyembuhan luka sehingga harus dicegah, atau ditangani secara adekuat bila sudah terjadi. Faktor sistemik yang dapat memengaruhi penyembuhan luka adalah diabetes, kebiasaan merokok, hipotiroidisme, penuaan, nutrisi, obat-obatan (termasuk kemoterapi), gangguan organ tertentu, dan radiasi.
Penampakan akhir parut luka tergantung pada beberapa faktor: perawatan luka yang adekuat, kecukupan kelembaban kulit, lokasi terjadinya luka, usia pasien, keterampilan dokter bedah (bila pasien membutuhkan penanganan bedah), lama penyembuhan luka, dan faktor keturunan. Bila parut abnormal terjadi, beberapa pilihan terapi dapat dilakukan, misalnya bedah, gel silikon, suntikan kortikosteroid, radiasi, kompresi, atau kombinasi metode-metode tersebut.
Seperti kata peribahasa, mencegah lebih baik daripada mengobati. Untuk mencegah terbentuknya parut abnormal, dianjurkan bahwa luka ditangani oleh seorang dokter – lebih baik lagi seorang dokter bedah plastik – sejak dini dari awitan terjadinya luka agar dapat dievaluasi dan ditangani secara adekuat. Contohnya, setelah follow-up 1 minggu pascaoperasi caesar ke dokter kebidanan Anda, idealnya Anda melanjutkan kontrol ke seorang dokter bedah plastik untuk mencapai penampilan parut yang optimal. Dengan begitu, luka dapat diamati dan ditangani secara adekuat dan penatalaksanaan yang tepat dapat dilakukan bila parut abnormal terjadi. Pemilihan waktu follow-up biasanya setelah 2-3 minggu, 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 1 tahun pascaoperasi.
Referensi:
Prasetyono TOH. General concept of wound healing, revisited. Med J Indones 2009; 18: 206-14
Anna LK. Agar luka tak meninggalkan bekas. Kompas 2012 Sept 21. [dikutip 2013 Jan 24]. Diunduh dari http://health.kompas.com/read/2012/09/21/18052051/Agar.Luka.Tak.Meninggalkan.Bekas
Prasetyono TOH. Take care of your scar.